Dokumentasi : Google
Usiaku sekarang sudah semakin
menua, dan akan semakin tua, namun aku masih berjiwa muda, tetap gadis yang
polos dan penuh imanjinasi, berkeliling dan berkelana dari satu tempat ke
tempat lain hanya untuk satu tujuan “mencari ilmu”. Walaupun aku sudah tidak
lagi duduk dibangku sekolah aku masih merindukan bagaimana rasanya bersekolah
setiap hari. Waktupun terus bergulir dan esok pasti akan selalu terkenang.
Perkenalanku dengan Hearing Aids (Alat Bantu Dengar) itu
terjadi saat aku duduk di kelas 5 sekitar tahun 1990, pertama kali memakai ABD
singkatan dari Alat Bantu Dengar yaitu BERISIK dan sempat merasakan pusing
dikepala. Setelah memakai ABD aku sempat down dicemooh diejek teman sekolah,
bahkan saya sering dibilang bolot. Yang paling menyedihkan saya sering dibilang
mencontek saat dikelas ketika ada Dikte. Diskriminasi yang saya dapatkan
disekolah malah jadi benteng pertahanan saya dan jadi kebal.
Selama saya bersekolah di SMP
saya tidak pernah memakai ABD, entah kenapa karena takut aku mengalami
diskriminasi yang lebih parah dari sebelumnya. Saat itu, aku enggan memakai ABD
karena tidak mau mengalami diskriminasi, walaupun saya masih bisa mendengar
sedikit dan tidak jarang sering meminjam catatan teman saat jam istirahat
(solusi ketika ada Dikte biasanya guruku memberikan soal yang boleh
diperlihatkan dengan teman sebangku, kecuali jawaban). Dan Alhamdulillah,
teman-teman sekolahku menerimaku dengan keterbatasanku, akhirnya saya memakai
ABD lagi saat duduk dikelas 2 SMP. Disegani banyak teman bukan sifatku tapi
lebih untuk memperbaiki komunikasi antar tunarungu dan non tunarungu. Perbanyak
komunikasi dengan teman malah membuat aku tidak minder, dan makin percaya diri.
Thanks buat teman-teman Alumni SMP ku tercinta untuk support dan persahabatan
selama bersekolah dan untuk guru-guruku yang memaklumi keterbatasanku.
Berbeda saat masuk SMA justru aku
memakai ABD sebab pendengaranku suka naik turun. Ya jadi terpaksa memakai ABD
sebagai modal buat mencoba belajar lagi berteman dengan ABD (menyesakkan,
karena saya sering pusing memakainya). Di SMA saya kadang dimusuhi teman hanya
karena kesalahpahaman komunikasi, sering juga dipanggil kepsek hanya karena kesalahan
komunikasi duhhh….sejak SMA saya sering sakit-sakitan karena membuang-buang
tenaga dan sering pusing kepala setelah selesai memakai ABD, bahkan saya jadi
kebal yang namanya antibiotik ketika itu.
Sekarang bisa dibilang sayapun
masih berteman dengan Hearing Aids membantu
saya mengenali berbagai macam suara, mengenali saya untuk pandai berkomunikasi,
mengenali saya untuk berbagi kehidupan dengan orang lain, dan mengenali saya
untuk mencari jati diri. Saya dulu pemalu dan saya pun bangkit menjadi seorang
yang periang dan tidak lagi pemalu, menghapus rasa ketidak percayaan diri
menjadi lebih percaya diri dan bersuara keluar dari kerumunan untuk
beramai-ramai mencari kebahagiaan bersama orang lain.
Saya sering mengeluh kepada Allah
kenapa saya harus dilahirkan sebagai penyandang tunarungu berbeda dengan
saudara-saudara lain kenapa mesti saya?? Saat itu saya terlahir normal
sebenarnya namun lama-kelamaan antibiotik lah penyebab saya menjadi seorang
tunarungu. Tapi sekarang saya bisa menghargai perbedaan hidup dan sekarang menjadi
momentum untuk lebih banyak lagi berkegiatan dan berbagi cerita untuk orang
lain lewat tulisan yang bisa dibaca banyak orang lewat blog dan kompasiana. Bahagia
ketika saya bergabung dengan teman-teman tunarungu lainnya dan semakin membuka
mata hati saya untuk lebih peduli dan menghargai diri sendiri sebenarnya saya
tidak sendiri ternyata banyak dari mereka yang sama seperti saya saja bisa
menghargai hidup mengapa saya tidak. Berulang kali saya berbicara pada diri
sendiri inilah dunia yang ingin saya cari. Dunia tentang ketunarunguan dan
asal-usul tunarungu yang sebenarnya.